Berita  

Bentrokan agraria serta peperangan publik adat dalam menjaga tanah

Tanah Berdarah: Ketika Adat Berperang Mempertahankan Nadi Kehidupan

Konflik agraria adalah bom waktu yang terus meledak di berbagai penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Ini bukan sekadar sengketa lahan biasa, melainkan pertarungan sengit antara kekuatan modal dan pembangunan yang agresif melawan hak-hak tradisional serta kearifan lokal. Di garda terdepan pertempuran ini, berdiri tegak masyarakat adat dan komunitas lokal, mempertaruhkan segalanya demi mempertahankan tanah yang mereka sebut "nadi kehidupan."

Akar bentrokan agraria seringkali bermula dari kebijakan yang abai terhadap hak ulayat, ekspansi perusahaan perkebunan, pertambangan, hingga proyek infrastruktur raksasa yang merampas wilayah adat tanpa persetujuan atau ganti rugi yang adil. Bagi korporasi atau negara, tanah adalah aset ekonomi atau objek pembangunan. Namun, bagi masyarakat adat, tanah adalah identitas, sumber pangan, tempat ritual, kuburan leluhur, dan warisan tak ternilai bagi generasi mendatang. Hilangnya tanah berarti kematian budaya dan eksistensi mereka.

"Peperangan publik adat" yang dimaksud bukanlah selalu dengan senjata fisik, melainkan serangkaian perlawanan gigih yang multidimensional. Ini bisa berupa aksi demonstrasi damai, blokade jalan masuk ke wilayah adat, gugatan hukum yang panjang dan melelahkan, hingga perjuangan spiritual melalui ritual adat. Namun, seringkali perlawanan ini berujung pada kriminalisasi aktivis, intimidasi, kekerasan, bahkan korban jiwa. Mereka menghadapi kekuatan besar dengan sumber daya terbatas, namun berbekal tekad kuat untuk mempertahankan hak mereka atas tanah leluhur.

Perjuangan ini adalah cerminan ketidakadilan struktural, di mana hukum seringkali lebih memihak pada investasi daripada hak asasi manusia. Namun, di tengah gempuran modernisasi dan kapitalisme, masyarakat adat tetap berdiri teguh, menunjukkan bahwa tanah bukan hanya sepetak lahan, melainkan keseluruhan semesta yang tak terpisahkan dari jiwa dan raga mereka. Mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat adalah kunci meredakan "perang" ini, sekaligus menjamin keberlanjutan bumi dan budaya kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *