Pilar Utama Perlindungan: Kedudukan Pemerintah dalam Menangkal Kekerasan Terhadap Wanita
Kekerasan terhadap wanita adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tak termaafkan, mencoreng martabat dan menghambat kemajuan. Dalam upaya menanggulanginya, kedudukan pemerintah adalah sentral dan krusial. Pemerintah bukan sekadar partisipan, melainkan pemegang kendali utama dan arsitek bagi terciptanya lingkungan yang aman dan setara.
Pemerintah sebagai Arsitek Hukum dan Kebijakan:
Fungsi utama pemerintah adalah merumuskan dan mengimplementasikan kerangka hukum yang kuat. Ini mencakup pembentukan undang-undang yang melindungi korban, menghukum pelaku, serta kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita. Tanpa payung hukum yang jelas dan berpihak, upaya penanganan kekerasan akan rapuh.
Pemerintah sebagai Penegak dan Pelindung:
Setelah hukum dibuat, peran pemerintah sebagai penegak hukum menjadi vital. Ini berarti memastikan sistem peradilan bekerja secara adil, responsif, dan tanpa diskriminasi. Selain itu, pemerintah wajib menyediakan fasilitas perlindungan seperti rumah aman, layanan pengaduan yang mudah diakses, serta dukungan psikologis dan hukum bagi para korban untuk memulihkan diri.
Pemerintah sebagai Agen Perubahan Sosial:
Lebih dari sekadar reaktif, pemerintah memiliki peran proaktif dalam mengubah norma sosial yang permisif terhadap kekerasan. Melalui kampanye kesadaran, edukasi publik, dan integrasi kurikulum kesetaraan gender dalam pendidikan, pemerintah dapat menanamkan nilai-nilai hormat dan anti-kekerasan sejak dini, membentuk generasi yang lebih sadar dan bertanggung jawab.
Pemerintah sebagai Koordinator dan Fasilitator:
Pemerintah juga bertindak sebagai koordinator utama yang menyinergikan berbagai pihak: lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi, sektor swasta, hingga masyarakat sipil. Dengan alokasi anggaran yang memadai dan kebijakan yang mendukung, pemerintah memfasilitasi program-program pencegahan dan penanganan kekerasan secara holistik dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, pemerintah bukan hanya memiliki tanggung jawab moral, tetapi juga mandat konstitusional untuk menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua wanita. Kedudukannya sebagai pembuat kebijakan, penegak hukum, agen edukasi, dan fasilitator kolaborasi menjadikannya pilar utama dalam menyingkirkan bayang-bayang kekerasan. Hanya dengan komitmen penuh dan aksi nyata pemerintah, impian tentang masyarakat tanpa kekerasan terhadap wanita dapat terwujud.