Di Balik Topeng Digital: Jerat Hukum Pencurian Identitas
Pencurian identitas, yaitu tindakan mengambil dan menggunakan informasi pribadi orang lain tanpa izin untuk keuntungan ilegal, telah menjadi momok di era digital. Dari nomor KTP, data rekening bank, hingga kredensial media sosial, informasi ini bak tambang emas bagi pelaku kejahatan. Namun, bagaimana hukum menganalisis dan menjerat para "pencuri wajah" digital ini?
Secara spesifik, banyak yurisdiksi, termasuk Indonesia, belum memiliki satu pasal tunggal yang secara eksplisit menyebut "pencurian identitas" sebagai tindak pidana berdiri sendiri. Oleh karena itu, penegakan hukum seringkali mengacu pada pasal-pasal lain yang relevan, tergantung pada modus operandi dan dampak yang ditimbulkan:
-
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
- Penipuan (Pasal 378 KUHP): Jika pelaku menggunakan identitas curian untuk mendapatkan keuntungan materi atau menyebabkan kerugian bagi korban, misalnya dengan mengajukan pinjaman atau transaksi keuangan palsu.
- Pemalsuan Surat/Dokumen (Pasal 263/264 KUHP): Apabila identitas curian digunakan untuk membuat dokumen palsu seperti KTP, SIM, atau paspor.
- Penggelapan (Pasal 372 KUHP): Jika pelaku mendapatkan akses ke aset finansial korban melalui identitas curian dan kemudian menggelapkannya.
-
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE):
UU ITE menjadi payung hukum modern yang sangat relevan. Meskipun tidak secara langsung menyebut "pencurian identitas", undang-undang ini menjerat tindakan yang memungkinkan terjadinya kejahatan tersebut:- Akses Ilegal (Pasal 30 UU ITE): Pelaku yang tanpa hak atau melawan hukum mengakses sistem elektronik atau data pribadi orang lain, yang merupakan langkah awal pencurian identitas.
- Pencurian Data Elektronik (Pasal 32 UU ITE): Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, atau menyembunyikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain secara melawan hukum.
- Penyalahgunaan Informasi Elektronik (Pasal 35 UU ITE): Membuat sistem elektronik yang bertujuan memanipulasi data atau informasi elektronik seolah-olah data otentik.
Tantangan Penegakan Hukum:
Meskipun kerangka hukum ada, penegakan hukum menghadapi tantangan signifikan, mulai dari pembuktian digital yang kompleks, yurisdiksi lintas batas, hingga kecepatan adaptasi modus operandi pelaku yang jauh lebih cepat daripada revisi undang-undang. Diperlukan interpretasi hukum yang progresif dan kolaborasi antarpenegak hukum untuk memastikan kejahatan digital ini tidak luput dari jerat keadilan.
Pencurian identitas adalah kejahatan serius yang dampaknya bisa merusak reputasi dan finansial korban. Oleh karena itu, pemahaman dan penegakan hukum yang kuat adalah kunci untuk melindungi identitas kita di dunia yang semakin terdigitalisasi.