Roda Hilang, Hati Patah: Menguak Fenomena Curanmor
Pencurian Kendaraan Bermotor, atau yang akrab disebut Curanmor, bukan sekadar tindak pidana biasa. Ini adalah kejahatan serius yang mengintai aset bergerak berharga masyarakat, menjadi salah satu momok paling meresahkan di jalanan. Fenomena ini tak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga menyisakan trauma mendalam bagi korbannya.
Secara hukum, Curanmor masuk kategori pencurian dengan pemberatan, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pemberatannya terletak pada objek yang dicuri—kendaraan bermotor—yang seringkali dilakukan dengan modus operandi licik seperti perusakan kunci kontak, penggunaan kunci T, pembuntutan korban, hingga tak jarang disertai kekerasan atau ancaman. Pelaku Curanmor sangat terorganisir, dengan jaringan penjualan kembali kendaraan atau bagian-bagiannya.
Dampak Curanmor sangat luas. Bagi korban, hilangnya kendaraan berarti kerugian finansial besar, terganggunya mobilitas, serta hilangnya rasa aman. Di tingkat sosial, Curanmor memicu keresahan, ketakutan, dan bahkan bisa memicu tindakan main hakim sendiri jika tidak ditangani dengan serius.
Mengingat ancamannya, pencegahan adalah kunci utama. Masyarakat diimbau untuk selalu menggunakan kunci ganda, memasang alarm atau GPS tracker, memilih lokasi parkir yang terang dan aman, serta selalu waspada terhadap lingkungan sekitar. Kolaborasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum melalui pelaporan cepat dan peningkatan patroli juga krusial dalam menekan angka Curanmor.
Curanmor adalah ancaman nyata yang membutuhkan kewaspadaan kolektif. Memahami modus operandinya dan mengambil langkah pencegahan adalah tanggung jawab kita bersama untuk melindungi aset berharga dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua. Jangan biarkan roda Anda hilang, jaga aset dan rasa aman Anda.