Akibat Kebijakan Ekspor Batu Bara terhadap Devisa Negeri

Batu Bara untuk Devisa: Kilau Sesaat, Bayangan Tantangan Jangka Panjang

Kebijakan ekspor batu bara Indonesia kerap menjadi tumpuan harapan untuk mendulang devisa negeri. Dalam jangka pendek, peningkatan ekspor batu bara, terutama saat harga komoditas global melonjak, memang terbukti efektif mendongkrak cadangan devisa. Ini memberikan suntikan likuiditas yang penting bagi perekonomian, memperkuat posisi neraca pembayaran, dan menopang stabilitas rupiah.

Namun, ketergantungan pada komoditas tunggal seperti batu bara membawa risiko besar bagi stabilitas devisa jangka panjang. Harga batu bara sangat fluktuatif, dipengaruhi dinamika pasar global, isu geopolitik, dan sentimen transisi energi. Saat harga anjlok, devisa bisa terkuras cepat, menciptakan tekanan pada APBN dan sektor finansial.

Selain itu, fokus berlebihan pada ekspor mentah menghambat diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri hilir yang bernilai tambah lebih tinggi. Devisa yang didapat dari penjualan bahan mentah bersifat kurang berkelanjutan dan berpotensi membatasi opsi pembangunan jangka panjang seiring dengan agenda transisi energi global yang terus bergulir. Ketergantungan ini juga rentan terhadap perubahan kebijakan iklim di negara-negara importir utama.

Singkatnya, kebijakan ekspor batu bara adalah pedang bermata dua bagi devisa negeri. Meski memberikan keuntungan instan, ia menciptakan kerentanan jangka panjang dan mengabaikan potensi nilai tambah yang lebih besar. Untuk devisa yang lebih kokoh dan berkelanjutan, diversifikasi ekonomi dan hilirisasi menjadi kunci, bukan sekadar bergantung pada "emas hitam" yang kian pudar kilau globalnya.

Exit mobile version